ASPEK ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Prinsip
tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin
Allah SWT yang maha mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga
meliputi pemeliharaan terdapat alam yang Dia Ciptakan. Konsep yang mengtaakan
bahwa Allah SWT lah yang mengajarkan manusia. Disebutkan dalam Al-Qur’an (2:31,
55:2, 96:4-5, 2:239). Di dalam ayat lain 5:1-4 disebutkan bahwa “Dia telah
mengajarkan Al-Qur’an kepada manusia dan mengajarinya penjelasan(Bayan).”
Wahyu yang diterima oleh semua Nabi SAW/AS berasal
dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang paling pasti. Namun,
Al-Qur’an juga menunjukkan sumber-sumber
pengetahuan lain di samping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat
melengkapi kebenaran wahyu. Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber
yang sama, yaitu Allah SWT, asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang
tidak diwahyukan tidak diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia. Dan
karena keterbatasa metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut.
Maka ilmu-ilmu tersebut di dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama
dengan ilmu pengetahuan yang langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam
Islam tidak ada satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis
Islam. Ilmu-ilmu tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang
mengafirmasii wahyu, yang kebenarannya pasti. Disinilah letak perbedaan
epistemologi sekuler dengan epistemologi Islam.
Sumber
– sumber pengetahuan lain selain yang di wahyukan langsung misalnya fenomena
alam, psikologi manusia, dan sejarah. Al-Qur’an menggunakan istilah ayat
(tanda) untuk menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi
(2:164, 42:53). Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Al-Qur’an menggunakan
istilah ‘ibrah (pelajaran, petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral
(12:111).
Sebagai
akibat wajar dari otoritas ketuhanan, Al-Qur’an, disamping menunjukkan sumber –
sumber pengetahuan eksternal, ia sendiri merupakan sumber utama pengetahuan.
Penunjukkan terhadap fenomena alam, peristiwa sejarah, metafisi, sosiologis,
alam dan eskatologis mesti benar, apakah secara literal atau metaforis. Kaum
muslimin mengambil sistem dan subsistem pengetahuan dan kebudayaan dari
Al-Qur’an. Dokumen paling otentik tentang subyek ilmu pengetahuan (Dimana
Al-Qur’an sebagai katalistor) dapat ditemukan dalam Al-Burhan fi ‘Ulum
Al-Qur’an karya Badruddin Al-Zarkasyi.
Didalam
Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu yang tidak
mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang
bertanggung jawab (Hadist Nabi SAW). Kedudukan ini berbeda dengan sikap skeptis
Yunani dan Sophis, yang menganggap pengatahuan hanya imajinasi kosong. (bahkan
dalam agama manapun, tidak ada penghormatan, penjelasan, pendefinisian Ilmu
semassif Islam)
Dalam
bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan Istilah Al-ilm, Al-Ma’rifah dan
Al-syu’ur. Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertmalah yang terpenting,
karena ia merupakan salah satu sifat Allah SWT. Al-Ilm berasal dari akar kata
I’m dan diambil dari kata ‘alamah, yang berarti “tanda”, “simbol”, atau
“lambang”, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi alamah juga berarrti
pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala. Karenanya ma’lam
(amak ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya
atau dengan apa seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam
berarti rambu jalan sebagai petunjuk. Disamping itu, bukan tanpa tujuan
Al-Qur’an menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu, maupun terhadap
fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam dan ‘alama) di dalam
Al-Qur’an tersebut yang menyebabkan Nabi SAW mengutuk orang –orang yang membaca
ayat 3:190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang – orang yang
berfikir, membaca, mengingat ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan
(Makna)nya.
Sifat
penting dari konsep pengetahuan dalam Al-Qur’an adalah holistik dan utuh
(berbeda dengan konsep sekuler tentang pengetahuan). Pembedaan inni sebagai
bukti worldview tauhid dan monoteistik yang tak kenal kompromi. Dalam konteks
ini bearti persoalan – persoalan epistemologi harus selalu berkaitan denan
etika dan spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingekup persoalan epistemologis
meluas, baik dari wilayah (Yang disebut) bidang keagamaan dengan wilayah –
wilayah (yang disebut sekuler), karena worldvie Islam tidak mengakui adanya
perbedaan mendasar antara wilayah – wilayah ini.
Adanya
pembedaan semacam itu akan memberi implikasi penolakan hikmah dan petunjuk
Allah SWT, dan Hanya memberi perhatian dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah
SWT sebagai sumber semua pengetahuan, secara langsung meliputi kesatuan dan
integralitas semua sumber dan tujuan epistemologis. Ini menjadi jelas jika kita
merenungkan kembali istilah ayat yang menunjuk pada ayat – ayat Al-Qur’an dan
semua wujud dia alam semesta.
Konsep
integralitas pengetahuan telah diuraikan Al-Ghazali dalam kitabnya Jawahie
Al-Qur’an, dimana ia menegaskan bahwa ayat – ayat Al-Qur’an yang menguraikan
tentang bintang dan kesehata, misalnya, hanya sepenuhnya dipahamu masing –
masing dengan pengetahuan astronomi dan kesehatan. Ibnu Rusyid sala fasl
Al-Maqal, juga memberikan penjelasan keterkaitan antara penafsiran keagamaan
dan kefilsafatan dengan mengutip beberapa ayat A-Qur’an yang mendorong manusia
meneliti dan menggambarkan kajian penciptaan langit dan bumi (7:185, 3:191,
88:17-18). Dengan hal yang sama , Al-Qur’an juga mendorong manusia melakukan
perjalanan di bumi untuk memperlajari nasib peradaban sebelumny. Ini membentuk
kajian sejarah, arkeologi, perbandingan agama, sosiologi dan sebagainya secara
utuh.
Dalam
41:53, secara kategoris, Al-Qur’an menegaskan bahwa ayat – ayat Allah SWT di
alam semesta dan di kedalaman batin manusia merupakan bagian yang berkaitan
dengan kebenaran wahyu, dan menegaskan kecocokan dan keutuhan yang saling
terkait. Namun, keutuan dan kesatuan cabang – cabang pengetahuan ini tidak
bearti bahwa disiplin – disiplin itu sama, atau tidak ada prioritas diantara
mereka.
Pengetahuan
wahyu dalam konsep Islam adalah lebih utama, unik karena berasal langsung dari
Allah SWT dan memiliki manfaat yang mendasar bagi alam semesta. Semua
pengetahuan lain yang benar harus membantu kita memahami dan menyadari ari dan
jiwa pengetahuan Allah SWT di dalam Al-Qur’an untuk kemajuan individu dan
masyarakat.
Referensi
:
·
Buku “Konsep Pengetahuan Dalam Islam” karya Wan
mohd. Nor Wan Daud.
Nama : Ericha Candra
Wahyuni
Kelas : 1EA33
NPM : 12213922
Komentar
Posting Komentar