SOFTSKILL KEWARGANEGARAAN BAB IV " PEMERINTAHAN JOKOWI JK "
TUGAS SOFTSKIL
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BAB IV
“ PEMERINTAHAN JOKOWI-JK TERHADAP HARGA SUBSIDI BBM “
DISUSUN OLEH :
NAMA : ERICHA CANDRA WAHYUNI
KELAS : 2EA33
NPM : 12213922
DOSEN : SRI WALUYO
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini Saya membahas mengenai “ bab 4 : Pemerintahan Jokowi - JK Terhadap Subsidi BBM” sebagai salah satu tugas mata kuliah softskill pendidikan kewarganegaraan
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang Saya hadapi. Namun Saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi teratasi. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu Saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat Saya harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Bekasi, 25 Mei 2015
Ericha Candra Wahyuni
SIKAP TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT SUBSIDI BBM
“Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara” – Pasal 33 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pada
tanggal 1 Januari 2015 pukul 00.00, pemerintah Republik Indonesia resmi
meniadakan subsidi untuk BBM jenis RON 88 (Premium) dan menyerahkan pembentukan
harga kepada mekanisme pasar. Harga minyak dunia yang saat ini sedang berada di
bawah US$70 per barel tentu menguntungkan masyarakat. Dengan dikeluarkannya
peraturan pemerintah ini, maka harga premium di pasaran turun, dari Rp 8.500
menjadi Rp 7.600. Kemudian, per tanggal 19 Januari 2015 pukul 00.00, pemerintah
menetapkan kembali harga BBM jenis premium sebesar Rp. 6.600 dikarenakan terus
menurunnya harga minyak dunia hingga di bawah US$50 per barel. Sebuah kabar
baik bagi masyarakat terutama masyarakaat berpendapatan menengah ke bawah.
Namun, dibalik turunnya harga BBM ini, ternyata terdapat permasalahan, yaitu
penyerahan pembentukan harga BBM jenis premium kepada mekanisme pasar.
Masalah
tersebut ada pada penafsiran putusan MK nomor perkara 002/PUU-I/2003 yang
kemudian dikeluarkan PP nomor 30 tahun 2009 yang menyatakan bahwa “Harga Bahan
Bakar Minyak dan Gas Bumi diatur dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah.” Beberapa pihak menyatakan bahwa dengan mengatur berarti pemerintah tidak dapat
menyerahkan pembentukan harga BBM jenis premium sepenuhnya kepada mekanisme
pasar. “Peningkatan harga dengan melepaskan ke mekanisme harga pasar melanggar
konstitusi ,khususnya pasal 33 UUD 1945. Karena akan berpotensi meniadakan
proses pengawasan dan pertanggung jawaban terhadap sektor yang menguasai hajat
hidup orang banyak.”
Di sisi lain, pemerintah menyatakan bahwa
dengan mengatur berarti pemerintah dapat menentukan arah kebijakan pembentukan
harga. Penentuan itu menghasilkan keputusan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada
mekanisme pasar. Perbedaan penafsiran ini tentunya cukup membuat bingung
berbagai pihak. Perbedaan penafsiran ini tentu juga akan menentukan apakah
kebijakan pertama pemerintah di tahun 2015 ini sesuai dengan amanat konstitusi
atau tidak.
Selain
masalah tersebut, kebijakan pertama pemerintah ini, juga mendatangkan
kontroversi dari segi ekonomi. Apakah kebijakan untuk menyerahkan pembentukan
harga BBM jenis premium sepenuhnya kepada mekanisme pasar sudah tepat atau
tidak, mengingat pergerakan harga minyak tidak bisa dipastikan apakah akan
stabil seperti ini atau cenderung mengalami kenaikan. Bila harga minyak dunia
terus seperti sekarang ini, tentunya masyarakat akan diuntungkan tetapi apabila
harga minyak naik tinggi masyarakat tentunya akan merasakan dampak dengan
naiknya harga-harga komoditas.
Terlepas
dari hal itu, perlu dianalisis kebijakan yang telah diterapkan pemerintah
selama ini sudah efektif dari sisi anggaran subsidi dari APBN dan kesejahteraan
masyarakat, mengingat subsidi BBM merupakan subsidi yang sangat membebani APBN
tetapi juga sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena berkaitan dengan
harga-harga komoditas konsumsi ( efek domino). Berangkat dari permasalahan
tersebut, kami mencoba menganalisis dari
cost and benefit terkait kebijakan pemerintah untuk melepas pembentukan harga
BBM jenis premium ke mekanisme pasar.
Kebijakan
Harga Tetap
Jika
harga premium seperti dulu, yaitu tetap diberikan subsidi agar harga dapat
terjangkau oleh masyarakat dan harga dalam negeri tidak dipengaruhi oleh
mekanisme pasar, hal tersebut dapat membuka celah bagi pemerintah untuk tidak
transparan dalam menetapkan harga premium. Contohnya adalah setiap pemerintah
memutuskan untuk menaikan harga BBM, beberapa kalangan menilai perhitungan
pemerintah tidak tepat dan tidak transparan sehingga menimbulkan distrust
antara masyarakat dengan pemerintah.
Harga
premium yang tetap pun menyebabkan pemerintah sulit untuk melakukan intervensi
apabila harga minyak dunia melambung tinggi karena pemerintah sudah memberikan
subsidi. Jika harga minyak dunia naik dan subsidi dari pemerintah sudah tidak
bisa menutupinya lagi, pemerintah terpaksa harus menaikkan harga seperti yang
terjadi pada tahun 2012. Karena jika pemerintah melakukan intervensi(memberikan subsidi lagi), angka
subsidi BBM bisa menjadi tidak wajar . Setiap merumuskan atau merancang APBN
untuk subsidi BBM, pemerintah dipusingkan dengan estimasi dan penyesuaian harga
minyak dunia dan harga minyak dalam negeri. Jika harga minyak dunia terus naik,
maka APBN untuk subsidi pun akan di revisi lagi. Ini akan menimbulkan
inefisiensi perencanaan dan bisa menyebabkan miss the target.
Terdapat
beberapa keuntungan dari kebijakan sebelum adanya perubahan yang masih terkait
dengan subsidi BBM.
1. Dengan
melakukan penetapan harga BBM, pemerintah mampu melakukan perkiraan dampak
inflasi dengan lebih mudah. Namun apabila harga minyak dilepas sesuai dengan
harga minyak dunia, pemerintah sulit untuk mengetahui kapan harga minyak akan
rendah atau naik secara drastis karena hal tersebut bisa terjadi kapan saja.
2. mengantisipasi
goncangan fluktuasi harga minyak dunia. Kebetulan saja pada saat keputusan
Presiden Jokowi untuk melepaskan harga ke pasar bertepatan dengan momen
turunnya harga minyak dunia sehingga pasar tidak mengalami shock/efek yang
cukup berarti. Namun, bisa dibayangkan apabila harga minyak dunia tiba-tiba
melonjak dan masyarakat harus terseok-seok mengikuti harga tersebut setelah
menikmati harga murah sebelumnya. Tentu saja efek shock terhadap ketidak stabilan
harga barang akan meningkat. Oleh karena itu, penetapan harga oleh pemerintah
akan lebih efektif apabila harga BBM ketika harga minyak dunia banyak mengalami
penurunan.
Kebijakan
Harga Mengambang
Apabila
harga premium diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar, harganya akan
berfluktuasi mengikuti harga minyak dunia. Hal ini akan mengakibatkan tingkat
inflasi di Indonesia juga menjadi fluktuatif, mengingat premium merupakan
kebutuhan pokok masyarakat yang harganya dapat mempengaruhi besarnya angka
inflasi.
Tingkat
inflasi yang fluktuatif menjadi salah satu indikasi ketidakstabilan kondisi
makro ekonomi Indonesia. Dengan adanya ketidakstabilan perekonomian tersebut,
iklim investasi di Indonesia bisa jadi memburuk. Sebab, tingkat ketidakpastian
atau tingkat risiko yang tinggi akan mengurangi minat para investor. Selain itu,
naik turunnya harga premiumpun akan memicu tindakan-tindakan spekulasi dan
dapat berdampak kurang baik pada pendapatan riil masyarakat. Perlu benar-benar
dicermati bahwa dihapusnya subsidi premium berpotensi membawa dampak buruk,
terutama pada sektor riil.
Namun
di sisi lain, salah satu keuntungan diturunkannya harga premium tersebut adalah
alokasi subsidi BBM dalam APBN berkurang sehingga menimbulkan penghematan. Dana
penghematan ini bisa digunakan untuk membangun infrastruktur. Dengan demikian,
manfaatnya dapat dirasakan sendiri oleh rakyat Indonesia.
Saran
Terkait Kebijakan
Berkaitan
dengan hal tersebut, saya memiliki saran mengenai kebijakan subsidi BBM yang
tidak pernah terselesaikan,diantaranya:
- Subsidi Proporsional
Menyikapi
beban yang ditanggung masyarakat dan pemerintah dan dengan menimbang dari sisi
APBN dan kesejahteraan masyarakat, subsidi proporsional dapat diterapkan.
Subsidi ini menggunakan mekanisme persentase dari harga dengan besarnya subsidi
adalah X% dari harga pasar dari Premium maupun Solar. Hal ini untuk menghindari
beban yang terlalu berat ditanggung oleh masyarakat ketika harga minyak dunia
naik tinggi.
Mekanisme
subsidi seperti ini akan menyebabkan negara menanggung subsidi yang sangat
rendah ketika harga minyak dunia terus turun, tetapi ketika harga minyak dunia
naik maka pemerintah akan menanggung beban subsidi yang besar. Hal ini
merupakan sebuah tanggung jawab pemerintah untuk membantu masyarakat karena
tingginya harga minyak dunia bisa menyebabkan naiknya harga BBM yang dapat
membawa dampak pada kenaikan harga-harga komoditas konsumsi.
Bila
dibandingkan dengan menggunakan mekanisme pasar langsung tanpa subsidi atau
dengan subsidi tetap per satuan fisiknya, masyarakat akan menikmati harga yang
lebih rendah dari harga pasar ketika harga minyak dunia naik tinggi. Tetapi
bila harga minyak dunia mengalami penurunan dan mencapai harga yang sangat
rendah, mayarakat akan menanggung harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan
harga menggunakan subsidi tetap per satuan. Akan tetapi dengan harga yang
rendah, hanya akan terjadi sedikit perbedaan harganya dan masyarakat masih bisa
menjangkau harga tersebut.
Bila
dibandingkan dengan harga tetap yang pemerintah jalankan selama ini, jumlah
subsidi bisa lebih tinggi maupun lebih rendah. Tetapi dengan menggunakan
mekanisme ini, masyarakat tidak akan menanggung harga lebih tinggi daripada
harga pasar seperti pada bulan Desember dimana masyarakat mensubsidi negara
karena harga minyak turun sampai di bawah harga yang ditetapkan oleh
pemerintah. Selain itu, ketika harga minyak melambung jauh, besarnya subsidi
yang ditanggung pemerintah tidak akan sebesar mekanisme subsidi dengan
penentuan harga tetap.
Selain
itu, pemerintah tidak perlu berkali-kali melakukan penyesuaian harga BBM, karena
penyesuaian harga BBM akan diserahkan kepada mekanisme pasar tetapi masih tetap
ada subsidi dari pemerintah sehingga pemerintah bisa fokus untuk mengurus hal
lainnya.
Kesimpulannya,
pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab terhadap penentuan harga BBM dengan
menyerahkan seluruhnya kepada mekanisme pasar. Perlu ada
penyesuaian-penyesuaian dan tidak diserahkan 100% kepada mekanisme pasar,
karena akan sangat membebani masyarakat ketika harga minyak dunia naik sangat
tinggi. Perlu ada sebuah kebijakan untuk menyikapi kekurangan-kekurangan
terhadap kebijakan subsidi BBM yang dilaksanakan selama ini, dengan membuat
kebijakan yang dapat meminimalkan beban pemerintah dan masyarakat.
Refferensi
:
·
Undang-undang dasar republik Indonesia
tahun 1945.
·
Pp no 30 tahun 2009 di akses 19 mei 2015
(m.hukumonline.com)
- Firdaus ilyas Coordinator divisi monitoring dan analisis Indonesia corruption watch (ICW) di akses 19 mei 2015 republika (m.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/01/06/nhr6w7-harga-bbm-gunakan-sistem-pasar-langgar-konstitusi)
- Di akses pada 19 mei 2015 di
Komentar
Posting Komentar